Hubungan ekonomi dan perpajakan antara Amerika Serikat dan Indonesia kini semakin kompleks, seiring dengan munculnya berbagai kebijakan fiskal baru dari kedua negara. Di tengah rencana retaliasi pajak melalui Section 899 yang sedang dibahas di Kongres AS, serta dinamika tarif perdagangan dan investasi bilateral, pelaku usaha dan individu perlu memahami dampak nyata terhadap kewajiban pajak lintas negara.
Artikel ini membahas lima isu utama seputar pajak AS ke Indonesia yang tengah menjadi sorotan, mulai dari perjanjian P3B hingga potensi kenaikan tarif akibat kebijakan pajak digital.
Retaliasi Pajak AS - Section 899
Kongres AS tengah mempertimbangkan Section 899—aturan retaliasi terhadap negara yang dianggap memberlakukan pajak asing yang diskriminatif, termasuk pajak digital, diverted profits tax, atau UTPR.
Bagaimana dampaknya ke Indonesia?
Bila Indonesia menerapkan pajak digital atau aturan “unfair tax”, warga/korporasi Indonesia yang menerima passive income dari AS berpotensi kena tarif lebih tinggi—misalnya dividen AS yang sebelumnya dipotong 15% oleh treaty bisa naik jadi 20–35%.
Baca juga: Peraturan Pajak Perkebunan Kelapa Sawit: PPN, PPh, PBB
Perjanjian P3B - Membatasi Potongan Pajak AS
Jadi, asalkan memenuhi syarat treaty—misalnya kurang dari 119 hari berada di AS—pemotongan pajak tetap rendah dan bebas capital gain.
Pajak Remitansi
Selain itu, Congress AS juga sempat membahas pajak remitansi (pengiriman uang ke luar negeri) yang awalnya dipatok 5%, lalu dikurangi menjadi 3,5%, dan kini sekitar 1% berlaku untuk semua pengirim remitansi, termasuk warga AS.
Meski kecil, pajak ini bisa berdampak kepada pengiriman uang dari AS ke Indonesia (keluarga, remitansi pekerja, dll.), mengurangi jumlah dana sampai ke tujuan.
Kesepakatan Tarif Resiprokal AS–Indonesia
Pada 16 Juli 2025, Presiden AS Donald Trump resmi mengumumkan bahwa tarif impor untuk barang asal Indonesia turun dari 32 % menjadi 19 %. Tarif ini relatif lebih rendah dibanding tarif impor negara ASEAN lain AS (20–40 %) —memberikan keunggulan kompetitif bagi produk Indonesia
Namun sebagai kompensasi atas penurunan tarif, Indonesia menyetujui beberapa kewajiban strategis, salah satu di antaranya adalah Indonesia menetapkan 0% tarif impor untuk produk AS, yang mana dinilai tidak signifikan mempengaruhi penerimaan negara.
Dengan berbagai potensi perubahan kebijakan seperti Section 899, pajak remitansi, hingga pemanfaatan tax treaty yang optimal, wajib pajak Indonesia perlu cermat dalam merencanakan strategi perpajakan internasional.
Untuk memastikan kepatuhan sekaligus efisiensi pajak lintas negara, sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan konsultan pajak profesional. Tim konsultan pajak berpengalaman dapat membantu Anda menavigasi aturan yang terus berubah, memanfaatkan perjanjian P3B secara maksimal, serta menghindari risiko pajak ganda yang merugikan.
MSM Consulting adalah tax consultant jakarta terpercaya yang telah menangani ratusan klien dari berbagai industri serta melayani jasa konsultan pajak pribadi secara online maupun tatap muka. Hubungi kami sekarang!