Wajib Tahu! Ini Ketentuan Baru tentang PPN dan PPnBM di PP 44 /2022
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). PP 44 / 2022 ini adalah turunan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
PP ini menjadi penting karena PPN barang dan jasa serta PPnBM harus menyesuaikan aturan mengenai tarif, cara menghitung, penggunaan besaran tertentu, serta penunjukkan pihak lain untuk melakukan pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM.
Dengan demikian, pengesahan PP No. 44/2022 ini akan memberikan kepastian hukum, menyederhanakan administrasi, memberikan kemudahan dan keadilan di bidang PPN dan PPnBM kepada wajib pajak, serta memangkas jumlah regulasi.
Dikutip dari Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak Nomor SP- 63/2022, Pengaturan dalam PP 44 /2022 ini dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu:
1. Substansi baru, meliputi:
- Pihak lain yang ditunjuk untuk melakukan pemungutan, penyetoran, dan/atau pelaporan PPN atau PPN dan PPnBM (Pasal 5):
- Pihak lain merupakan pihak yang terlibat langsung atau memfasilitasi transaksi antarpihak yang bertransaksi yang paling sedikit berupa pedagang, penyedia jasa, dan/atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.
- PPN atau PPN dan PPnBM tetap dipungut oleh pihak lain yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN atau PPN dan PPnBM walaupun melakukan transaksi dengan pemungut PPN Pasal 16A UU PPN atau memfasilitasi transaksi pemungut PPN Pasal 16A tersebut.
- Pemberian cuma-cuma BKP/JKP (Pasal 6).
- Penegasan pengenaan PPN atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan dalam aktivitas operasional maupun nonoperasional (Pasal 8).
- Pengenaan PPN atas penyerahan BKP berupa agunan yang diambil alih oleh kreditur (Pasal 10).
- Penyerahan BKP dalam skema transaksi pembiayaan syariah yang tidak dikenai PPN sepanjang BKP tersebut pada akhirnya diserahkan kembali kepada pihak yang semula menyerahkannya (Pasal 12).
2. Substansi yang disempurnakan dari PP sebelumnya, meliputi:
- Pembeli atau penerima jasa yang bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM dapat memenuhinya secara self assessment menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) (Pasal 4).
- Penyesuaian pengaturan terkait BKP/JKP, meliputi penghapusan terminologi dan pengaturan pemakaian sendiri untuk tujuan produktif (Pasal 6) dan penyesuaian teknis pengenaan PPN atas penyerahan BKP melalui penyelenggara lelang (Pasal 9).
- Penyesuaian penghitungan PPN dan PPNBM (Pasal 17).
- Penyesuaian Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan dalam rangka penentuan PPN dan PPnBM dalam hal dilakukan pemeriksaan (Pasal 17 (3)).
- Penentuan kurs Menteri Keuangan yang digunakan untuk menghitung PPN atau PPN dan PPnBM terutang dalam hal transaksi dilakukan dengan menggunakan mata uang selain rupiah (Pasal 21).
3. Substansi yang tidak berubah dari PP sebelumnya, meliputi:
- Pengusaha yang wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Pengaturan lebih lanjut terkait BKP/JKP, yang meliputi penyerahan JKP di dalam daerah pabean (Pasal 8), pengalihan BKP untuk setoran modal pengganti saham (Pasal 11), jenis barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (Pasal 13).
- Pengaturan terkait DPP PPN atau PPN dan PPnBM.
- Penghitungan PPN dan PPnBM dalam hal nilai kontrak atau perjanjian yang di dalamnya sudah termasuk PPN atau PPN dan PPnBM.
- Penghapusan piutang dan musnah atau rusaknya BKP tidak mengakibatkan penyesuaian PPN yang telah dilaporkan.
- Hak pengembalian atas PPN atau PPN dan PPnBM yang salah dipungut.
- Tempat pengkreditan pajak masukan.
- Penentuan saat dan tempat terutangnya PPN atau PPN dan PPnBM.
- Ketentuan pengisian keterangan dalam faktur pajak.
- Faktur pajak yang dibuat setelah melewati jangka waktu tiga bulan sejak saat faktur pajak seharusnya dibuat tidak diperlakukan sebagai faktur pajak.
- Pengaturan lebih lanjut terkait PKP pedagang eceran.
Aturan Tanggung Renteng Beri Keadlian Bagi Pelaku Usaha
PPN atau PPnBM memang sepatutnya dibebankan kepada pembeli, baik pembeli BKP maupun penerima JKP. Salah satu aturan yang ditetapkan Pemerintah dalam PP 44 / 2022 adalah mengenai tanggung jawab renteng. PP 44 / 2022 Pasal 4 menyebutkan bahwa pembeli atau penerima jasa bertanggung jawab secara renteng atas PPN atau PPN dan PPnBM jika pajak terutang tidak dapat ditagih kepada penjual BKP atau pemberi JKP. Artinya, tanggung jawab renteng terjadi apabila pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual BKP atau pemberi JKP, dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual BKP atau pemberi JKP.
Dengan demikian, Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat menagihkan PPN kepada pelaku usaha yang bertindak sebagai penjual BKP / pemberi JKP ketika pembeli BKP / penerima JKP tidak dapat membuktikan bahwa pihak mereka sudah menyetorkan pajak dari transaksinya, walaupun faktur pajak sudah diterbitkan dari penjual BKP / pemberi JKP terkait. Adapun bukti biasanya dapat berupa bukti pembayaran, rekening koran, kwitansi, dan sebagainya. Untuk memenuhi kewajiban perpajakannya, pembeli BKP atau penerima JKP dapat melakukan self assessment dengan menggunakan surat setoran pajak.
Sumber:
https://www.pajak.go.id/id/siaran-pers/turunan-uu-hpp-klaster-ppn-terbit-simak-ketentuannya