Welcome to MSM Consulting

News

pajak minimum global indonesia
ARTICLE 2025.03.03

Pajak Minimum Global PMK 136/2024: Tarif, Jenis dan Siapa Saja yang Terpengaruh?

GET NOTIFIED
SHARE

Dalam dunia bisnis yang terus berkembang, aturan perpajakan juga ikut beradaptasi. Pemerintah Indonesia kini mengadopsi standar baru dengan menerapkan Pajak Minimum Global, memastikan setiap perusahaan multinasional berkontribusi secara adil. Simak tarif, jenis - jenis hingga perusahaan yang akan terdampak kebijakan ini di sini. 

Apa itu Pajak Minimum Global (GloBE)?

Pajak Minimum Global atau Global Anti-Base Erosion Rules (GloBE) adalah merupakan kebijakan perpajakan internasional yang dikembangkan dalam kerangka OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS. Kebijakan ini bertujuan untuk mengatasi praktik penggerusan basis pajak dan pengalihan laba (Base Erosion and Profit Shifting/BEPS) yang dilakukan oleh perusahaan multinasional melalui skema perencanaan pajak agresif, termasuk pemanfaatan yurisdiksi dengan tarif pajak rendah atau nol.

Berapa Pajak Minimum Global di Indonesia?

PMK 136/2024 mengatur penerapan GloBE Rules yang mewajibkan kelompok perusahaan multinasional (PMN) yang memenuhi kriteria tertentu untuk dikenakan tarif pajak efektif minimum sebesar 15% atas penghasilan yang diperoleh di setiap yurisdiksi tempat mereka beroperasi.


Dengan adanya kebijakan ini, perusahaan multinasional yang membayar pajak dengan tarif lebih rendah dari 15% di suatu negara akan dikenakan pajak tambahan guna mencapai tarif minimum global tersebut.


Baca juga: Tarif PPh Badan Terbaru 2024, Lebih Rendah 3% Dengan Syarat Ini!

Dasar Hukum PMK 136 Tahun 2024

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024 diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 54 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022. PMK ini menetapkan aturan terkait implementasi Pajak Minimum Global di Indonesia sebagai bagian dari kesepakatan internasional.


Dasar hukum yang mendasari penerbitan PMK 136/2024 meliputi :

  1. Pasal 17 ayat (3) Undang - Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
  2. Undang - Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
  3. Undang - Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan
  5. Peraturan Presiden Nomor 158 Tahun 2024 tentang Kementerian Keuangan

Siapa Saja yang Wajib Menerapkan GloBE?

PMK 136 menetapkan bahwa kebijakan GloBE berlaku bagi entitas yang tergabung dalam Grup Perusahaan Multinasional (Grup PMN) dengan kriteria : 

  • Peredaran bruto tahunan minimal EUR 750 juta berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk Utama.
  • Syarat peredaran bruto dipenuhi dalam minimal 2 dari 4 Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak pengenaan GloBE. 
  • Jika PMN memenuhi batas peredaran bruto dalam dua tahun pertama, maka GloBE berlaku mulai tahun ketiga.

Entitas yang dikecualikan dari kebijakan ini antara lain :

  • Badan Pemerintah
  • Organisasi Internasional
  • Organisasi Nirlaba
  • Entitas Dana Pensiun
  • Entitas Dana Investasi yang merupakan Entitas Induk Utama (termasuk Entitas Dana Investasi Real Estate)

Ketentuan Tarif Pajak Efektif

Tarif Pajak Efektif (Effective Tax Rate) dalam GloBE dihitung berdasarkan jumlah pajak yang dibayarkan dibandingkan dengan Laba GloBE Bersih di setiap yurisdiksi. Jika tarif pajak efektif lebih rendah dari 15%, maka entitas tersebut akan dikenakan pajak tambahan (Top-Up Tax) sesuai dengan selisihnya.

Mekanisme Utama Penerapan GloBE

Terdapat tiga mekanisme utama dalam pengenaan pajak tambahan berdasarkan PMK 136/2024 :

  1. Income Inclusion Rule (IIR) – Aturan yang memungkinkan negara domisili Entitas Induk Utama dalam Grup PMN untuk mengenakan pajak tambahan atas laba anak perusahaan yang dikenakan pajak di bawah tarif minimum 15%.
  2. Undertaxed Payment Rule (UTPR) – Aturan yang berlaku apabila suatu negara tidak menerapkan IIR, sehingga yurisdiksi lain dalam Grup PMN dapat mengenakan pajak tambahan secara proporsional atas entitas dengan tarif pajak efektif rendah.
  3. Domestic Minimum Top-up Tax (DMTT) – Pajak domestik tambahan yang dapat diterapkan oleh suatu negara untuk memastikan bahwa entitas dalam yurisdiksinya membayar pajak setidaknya sebesar 15%, sehingga pajak tambahan tidak dipungut oleh yurisdiksi lain.

Baca juga: Bentuk Usaha Tetap (BUT): Syarat, Contoh Hingga Tarif Pajaknya

Tujuan dan Dampak Kebijakan Pajak Minimum Global

Penerapan kebijakan Pajak Minimum Global sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 136 Tahun 2024 bertujuan untuk meningkatkan integritas sistem perpajakan internasional dan memastikan keadilan dalam pengenaan pajak bagi Perusahaan Multinasional (Multinational Enterprises/MNEs) yang beroperasi di berbagai yurisdiksi. Kebijakan ini merupakan bagian dari implementasi Pilar 2 dalam kerangka Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) 2.0 yang dikembangkan oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dan G20.

  • Mencegah Praktik Penghindaran Pajak Internasional
     
    Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi praktik penghindaran pajak oleh MNEs dengan memastikan bahwa mereka membayar pajak dengan tarif efektif minimum sebesar 15% di setiap yurisdiksi tempat mereka beroperasi. Hal ini mengurangi kesempatan bagi perusahaan untuk mengalihkan laba ke negara atau wilayah dengan tarif pajak rendah.
  • Meningkatkan Transparansi dan Keadilan dalam Sistem Perpajakan Global
     
    Dengan adanya persyaratan pelaporan yang lebih ketat, perusahaan diwajibkan untuk melaporkan kewajiban pajaknya secara lebih transparan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil serta meningkatkan kepatuhan pajak secara global.
  • Mengoptimalkan Penerimaan Pajak bagi Indonesia
     
    Dengan diterapkannya mekanisme Qualified Domestic Minimum Top-up Tax (QDMTT) sebagaimana diatur dalam PMK 136/2024, Indonesia dapat mengenakan pajak tambahan bagi entitas yang memiliki tarif pajak efektif di bawah 15% sebelum yurisdiksi lain mengenakan pajak tambahan berdasarkan aturan Income Inclusion Rule (IIR) atau Undertaxed Profits Rule (UTPR).

Penerapan Pajak Minimum Global dalam PMK 136 Tahun 2024 menuntut perusahaan multinasional untuk meningkatkan transparansi dalam pelaporan pajak dan memastikan kepatuhan terhadap ketentuan yang lebih ketat. 

 

Kebijakan ini berpotensi meningkatkan beban pajak, terutama bagi perusahaan yang beroperasi di yurisdiksi dengan tarif pajak rendah. Oleh karena itu, perusahaan perlu menyesuaikan strategi keuangan dan perpajakan mereka secara komprehensif guna memitigasi risiko pajak tambahan, menjaga kepatuhan terhadap regulasi, serta mempertahankan daya saing dalam lingkungan bisnis global yang semakin kompleks.


Bagi kamu yang membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai artikel ini atau konsultasi perpajakan lainnya, hubungi kami sekarang!


MSM Consulting adalah tax consultant jakarta terpercaya yang telah menangani ratusan klien dari berbagai industri serta melayani jasa konsultan pajak pribadi secara online maupun tatap muka.

TALK TO US

Tell us what you need or visit us.

Direct to Google Maps