Dalam dunia bisnis, dikenal istilah BUT yang penting dalam mengelola perpajakan dari bisnis asing yang beroperasi di Indonesia. Apa itu BUT? Bagaimana aturan perpajakan, tarif hingga jenis-jenisnya? Simak selengkapnya di sini.
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah istilah dalam perpajakan yang merujuk pada bentuk usaha yang didirikan oleh badan usaha asing di Indonesia yang beroperasi secara tetap melalui suatu tempat usaha tetap.
BUT memiliki kewajiban perpajakan yang mirip dengan Wajib Pajak dalam negeri, meskipun pemiliknya adalah entitas asing. BUT sering kali dibentuk untuk mempermudah perusahaan asing dalam melakukan kegiatan bisnis di Indonesia tanpa harus mendirikan badan hukum baru.
Untuk dikategorikan sebagai BUT, sebuah entitas harus memenuhi beberapa syarat tertentu berdasarkan ketentuan yang berlaku. Syarat - syarat utama BUT antara lain :
Baca juga: Pemeriksaan Pajak: Tujuan, Alur, Dasar Hukum dan Jangka Waktunya
Bentuk Usaha Tetap dikenakan tarif pajak yang sama dengan Wajib Pajak dalam negeri. Berdasarkan UU Perpajakan yang berlaku, tarif pajak penghasilan untuk BUT adalah 22% (dua puluh dua persen) yang berlaku pada Tahun Pajak 2020 ke atas. Namun, tarif ini dapat berubah sesuai dengan kebijakan pemerintah yang berlaku kedepannya.
Pajak BUT diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 35/PMK.03 Tahun 2019 dan Undang - Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Objek pajak untuk BUT mencakup seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha di Indonesia. Ini termasuk :
1. Penghasilan dari Usaha atau Kegiatan BUT di Indonesia
Penghasilan ini meliputi pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Contohnya, jika BUT memiliki atau menguasai harta di Indonesia yang menghasilkan pendapatan, maka pendapatan tersebut dikenakan pajak di Indonesia.
Hal ini merujuk pada Pasal 5 UU Pajak Penghasilan (PPh) yang menyatakan bahwa semua penghasilan yang diperoleh dari usaha atau kegiatan BUT di Indonesia akan dikenakan pajak.
2. Penghasilan Kantor Pusat dari Usaha atau Kegiatan di Indonesia
Penghasilan ini mencakup pendapatan yang diperoleh kantor pusat dari usaha atau kegiatan yang sejenis dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh BUT di Indonesia, seperti penjualan barang atau pemberian jasa yang dilakukan langsung oleh kantor pusat tanpa melalui BUT kepada pihak di Indonesia.
Misalnya, jika sebuah bank di luar Indonesia yang memiliki BUT di Indonesia memberikan pinjaman langsung kepada perusahaan di Indonesia tanpa melalui BUT-nya, maka pendapatan dari pinjaman tersebut dikenakan pajak di Indonesia.
3. Penghasilan dari Hubungan Efektif antara BUT dan Kantor Pusat
Jenis penghasilan ini meliputi pendapatan yang diterima atau diperoleh oleh kantor pusat dari kegiatan yang berkaitan langsung dengan BUT di Indonesia.
Contohnya, jika kantor pusat memiliki perjanjian lisensi dengan perusahaan di Indonesia untuk menggunakan merek dagang tertentu, pendapatan berupa royalti dari lisensi tersebut akan dikenakan pajak di Indonesia.
Selain itu, jasa manajemen atau konsultasi yang diberikan oleh kantor pusat kepada BUT di Indonesia juga termasuk dalam kategori ini, asalkan ada hubungan efektif antara kantor pusat dan BUT dalam kegiatan yang menghasilkan penghasilan.
Beberapa contoh Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia termasuk :
Wajib Pajak (WP) BUT dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, antara lain :
Jenis BUT ini ditentukan berdasarkan kepemilikan aset atau aktiva di Indonesia yang digunakan sebagai tempat usaha.
Contoh - contoh BUT jenis aktiva meliputi :
Jenis BUT ini ditentukan berdasarkan aktivitas yang dilakukan di Indonesia, meskipun tidak ada tempat usaha yang didirikan di Indonesia.
Contoh - contoh BUT jenis aktivitas meliputi :
Baca juga: SPPKP: Dokumen Penting Bagi Pengusaha, Syarat dan Cara Pengajuannya!
Jenis BUT ini ditentukan berdasarkan keberadaan agen yang bertindak untuk dan atas nama subjek pajak luar negeri. Agen ini merupakan orang atau badan yang bertindak sebagai agen yang kedudukannya tidak bebas dan menerima instruksi dari perusahaan luar negeri serta tidak menanggung risiko usahanya sendiri.
Jenis BUT ini ditentukan berdasarkan penerimaan premi asuransi atau tanggungan risiko oleh perusahaan asuransi luar negeri yang diperoleh melalui pegawai atau agen di Indonesia.
Misalnya, agen dari perusahaan asuransi asing mengumpulkan premi dari nasabah di Indonesia dan menanggung risiko yang ada di Indonesia.
Perbedaan utama antara Wajib Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT) dan Non-BUT adalah dalam hal kriteria keberadaan, aktivitas, dan kewajiban perpajakannya di Indonesia. BUT merupakan entitas yang dikendalikan oleh perusahaan asing dan beroperasi secara tetap dan aktif di Indonesia.
Sedangkan Non-BUT adalah entitas asing, berupa orang pribadi atau badan asing yang tidak memenuhi kriteria untuk menjadi Wajib Pajak BUT. Entitas asing dapat dikategorikan sebagai Non-BUT hanya jika tempat usaha orang pribadi asing atau badan asing di Indonesia hanya digunakan untuk penyimpanan atau pengelolaan data secara elektronik dengan keterbatasan akses untuk mengoperasikan tempat usaha tersebut.
Subjek Pajak Dalam Negeri (SPDN) dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) memiliki perbedaan signifikan dalam perlakuan perpajakan. SPDN mencakup entitas yang didirikan dan beroperasi secara penuh di Indonesia, sementara BUT adalah entitas asing yang memiliki kehadiran tetap di Indonesia.
SPDN dikenakan pajak atas seluruh penghasilannya baik yang berasal dari Indonesia maupun luar negeri, sedangkan BUT hanya dikenakan pajak atas penghasilan yang diperoleh dari Indonesia.
Nah, itu dia penjelasan lengkap mengenai istilah BUT di dunia perpajakan. Bagi kamu yang ingin menanyakan lebih lanjut mengenai aturan perpajakan BUT, hubungi kami sekarang!
MSM Consulting adalah tax consultant Jakarta terpercaya yang telah menangani ratusan klien dari berbagai industri.