Welcome to MSM Consulting

News

Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
ARTICLE 2025.03.25

Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan: Apa Saja Kewajibannya?

GET NOTIFIED
SHARE

Sebagai entitas yang terdaftar dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak Badan di Indonesia memiliki serangkaian kewajiban perpajakan yang harus dipatuhi sesuai dengan peraturan perundang - undangan yang berlaku. Kepatuhan terhadap kewajiban perpajakan ini tidak hanya mencerminkan tanggung jawab hukum suatu badan usaha, tetapi juga berkontribusi pada kelancaran administrasi perpajakan serta stabilitas keuangan negara.

 

Pemahaman yang mendalam mengenai kewajiban pajak sangat diperlukan untuk memastikan bahwa setiap kewajiban dapat dipenuhi dengan benar dan tepat waktu, sehingga badan usaha dapat menghindari potensi sanksi administratif, seperti denda dan bunga akibat keterlambatan atau kelalaian dalam pembayaran dan pelaporan pajak. Lalu, apa saja kewajiban perpajakan yang wajib diperhatikan dan dipenuhi oleh setiap Wajib Pajak Badan di Indonesia? Simak selengkapnya di bawah ini!

Prinsip Self-Assessment dalam Perpajakan

Indonesia menerapkan sistem perpajakan self-assessment, di mana Wajib Pajak (WP) bertanggung jawab penuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam sistem ini, Wajib Pajak diberikan kepercayaan untuk :

  • Menghitung atau memperhitungkan pajak yang terutang,
  • Melakukan pembayaran pajak secara tepat waktu,
  • Melaporkan kewajiban pajaknya tanpa perlu menunggu ketetapan pajak yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Namun, apabila terjadi kesalahan dalam pelaporan, Wajib Pajak masih memiliki hak untuk melakukan pembetulan SPT sebelum Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan. Hal ini memberikan fleksibilitas bagi Wajib Pajak untuk memastikan kepatuhan pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.


Baca juga: PMK 15/2025: Regulasi Terbaru Pemeriksaan Pajak 

Kewajiban SPT Tahunan dan Pembukuan

Wajib Pajak Badan bertanggung jawab untuk menyelenggarakan pembukuan yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku untuk mencerminkan kondisi usaha secara akurat.


Pembukuan harus dilakukan secara sistematis dan terstruktur guna memastikan transparansi serta akuntabilitas keuangan. Dalam pelaksanaannya, pembukuan harus mencakup aspek - aspek berikut :

  • Harta, kewajiban, dan modal, yang mencerminkan posisi keuangan perusahaan,
  • Penghasilan dan biaya, sebagai dasar perhitungan pajak serta analisis profitabilitas,
  • Jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang berkaitan dengan transaksi usaha, dan
  • Penyusunan laporan keuangan, yang terdiri dari neraca dan laporan laba rugi, sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.

Seluruh dokumen pembukuan, termasuk buku, catatan, serta dokumen dalam bentuk elektronik, wajib disimpan selama 10 tahun di lokasi tempat kedudukan badan usaha di Indonesia. Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan ketersediaan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam pemeriksaan oleh otoritas perpajakan serta keperluan audit keuangan.

 

SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Badan wajib dilaporkan paling lambat empat bulan setelah berakhirnya Tahun Pajak, yang umumnya jatuh pada 30 April tahun berikutnya. Pelaporan dapat dilakukan secara elektronik melalui e-Form yang tersedia pada laman resmi Direktorat Jenderal Pajak berikut djponline.pajak.go.id.

 

Jika Wajib Pajak Badan terlambat atau tidak melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, maka dapat dikenakan sanksi sebagai berikut :

  1. Denda Administrasi – Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), Wajib Pajak Badan yang terlambat menyampaikan SPT Tahunan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,00.
  2. Sanksi Bunga – Jika keterlambatan pelaporan SPT Tahunan menyebabkan keterlambatan dalam pembayaran pajak terutang, maka akan dikenakan sanksi bunga sesuai dengan Pasal 9 ayat (2a) UU KUP. Besaran bunga dihitung berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan berlaku secara kumulatif.
  3. Pemeriksaan Pajak – Keterlambatan dalam penyampaian SPT Tahunan dapat menjadi indikator ketidakpatuhan perpajakan yang berisiko memicu pemeriksaan pajak oleh otoritas pajak. Pemeriksaan ini dapat berujung pada tambahan sanksi jika ditemukan adanya unsur ketidakpatuhan lainnya.
  4. Pencabutan Fasilitas Pajak – Dalam kondisi tertentu, keterlambatan atau ketidakpatuhan dalam pelaporan SPT Tahunan dapat mengakibatkan pencabutan fasilitas perpajakan yang diberikan kepada Wajib Pajak Badan, seperti insentif pajak atau pengurangan tarif tertentu.
  5. Sanksi Lainnya – Jika keterlambatan pelaporan SPT Tahunan disertai dengan unsur kesengajaan atau upaya untuk menghindari kewajiban perpajakan, Wajib Pajak Badan dapat dikenakan sanksi tambahan berupa kenaikan jumlah pajak terutang atau bahkan sanksi pidana sesuai ketentuan yang berlaku. 

Baca juga: KEP-67 Relaksasi: Penghapusan Sanksi Administratif Pajak

Skema Perhitungan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Badan

Pada saat pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak Badan diberikan pilihan untuk menentukan skema perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) terutang yang akan digunakan. Terdapat dua skema yang dapat dipilih, yaitu :

  1. Tarif Final UMKM berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, yang berlaku bagi Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu.
  2. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b sesuai dengan Undang - Undang Pajak Penghasilan, yang berlaku secara umum bagi badan usaha dengan ketentuan tarif progresif.

Tarif Final UMKM (PP 55/2022)

PPh Terutang = Peredaran Bruto x 0,5%

 

Skema ini berlaku bagi Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, Commanditaire Vennootschap (CV), Perseroan Terbatas (PT), serta Badan Usaha Milik Daerah atau Desa (BUMD/BUMDes) dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar per Tahun Pajak. Wajib Pajak yang memilih skema pajak final wajib melampirkan Laporan Peredaran Bruto dalam pelaporan SPT Tahunan PPh.


Namun, ketentuan tarif PPh Final UMKM tidak dapat diterapkan pada :

  • CV/Firma yang didirikan oleh individu dengan keahlian khusus seperti pengacara, dokter, arsitek, konsultan, notaris, PPAT, aktuaris, dan musisi.
  • Wajib Pajak Badan yang memperoleh fasilitas pajak tertentu.
  • Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Batas waktu pembayaran PPh Final UMKM ditetapkan hingga tanggal 15 pada bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Selain itu, penggunaan tarif pajak final memiliki batasan waktu tertentu yang disesuaikan dengan bentuk badan usaha :

  • Wajib Pajak berbentuk Perseroan Terbatas (PT), kecuali perseroan perorangan, dapat menerapkan tarif pajak final selama maksimal 3 (tiga) tahun sejak terdaftar sebagai Wajib Pajak.
  • Wajib Pajak berbentuk koperasi, Commanditaire Vennootschap (CV), firma, serta perseroan perorangan diberikan jangka waktu lebih panjang, yaitu hingga 4 (empat) tahun.

Baca juga: Berakhirnya PPh UMKM 0,5%: Pilih Orang Pribadi atau CV/PT?


Apabila peredaran bruto telah melebihi Rp4,8 miliar atau jangka waktu penggunaan tarif pajak final telah berakhir, maka perhitungan Pajak Penghasilan harus mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 17 Undang - Undang Pajak Penghasilan.

Tarif Pasal 17 UU PPh

PPh Terutang = Penghasilan Kena Pajak x 22

 

Apabila peredaran bruto Wajib Pajak Badan tidak melebihi Rp 50 Miliar, maka terhadap bagian Rp 4,8 Miliar pertama akan dikenakan tarif 11% sesuai dengan ketentuan Pasal 31E Undang - Undang Pajak Penghasilan.

 

Pajak Penghasilan yang terutang dapat dikurangi dengan kredit pajak yang telah dibayarkan sebelumnya, sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Kredit pajak tersebut mencakup :

  • PPh Pasal 23 dan Pasal 22, yaitu pajak yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain dalam transaksi tertentu.
  • PPh Pasal 25 Badan, yang merupakan angsuran pajak bulanan yang dibayarkan secara mandiri.
  • PPh Pasal 24, yang berlaku bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari luar negeri dan telah dikenakan pajak di negara sumber penghasilan.

Apabila SPT Tahunan menunjukkan kekurangan pembayaran pajak atau PPh Pasal 29, maka jumlah tersebut wajib dilunasi sebelum pelaporan SPT Tahunan. 


Sebaliknya, jika terjadi kelebihan pembayaran pajak atau PPh Pasal 28A, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian atau restitusi kepada DJP. Proses restitusi ini akan melalui tahapan verifikasi dan pemeriksaan sesuai dengan ketentuan perpajakan sebelum disetujui dan dikembalikan kepada Wajib Pajak.


Baca juga: Tarif PPh Badan Terbaru 2024, Lebih Rendah 3% Dengan Syarat Ini! 


Bagi Wajib Pajak Badan yang baru terdaftar atau beralih dari skema UMKM, angsuran PPh Pasal 25 ditetapkan nihil pada tahun pertama.

Kewajiban Pemotongan dan Pemungutan Pajak

Wajib Pajak Badan memiliki kewajiban memotong dan memungut pajak dari lawan transaksi, yang mencakup :

  1. Pemotongan pajak penghasilan dari lawan transaksi.
  2. Pembuatan bukti potong atau pungut.
  3. Penyetoran PPh yang telah dipotong atau dipungut.
  4. Pelaporan penyetoran dan bukti potong ke DJP melalui SPT Masa PPh.

Pajak Penghasilan (PPh) Unifikasi

Pajak Penghasilan atau PPh Unifikasi merupakan penyederhanaan administrasi pajak yang menggabungkan beberapa pemotongan/pemungutan PPh dalam satu bukti potong/pungut dalam SPT Masa Unifikasi. Pajak yang termasuk dalam skema unifikasi meliputi :

  • PPh Pasal 21/26 (penghasilan dari pegawai atau bukan pegawai).
  • PPh Pasal 23/26 (penghasilan dari dividen, bunga, royalti, sewa, dan jasa).
  • PPh Pasal 4 ayat (2) (pajak final atas transaksi tertentu seperti sewa tanah/bangunan).
  • PPh Pasal 15 (pajak penghasilan khusus sektor tertentu seperti perkapalan atau penerbangan).
  • PPh Pasal 22 (pemungutan pajak oleh instansi tertentu atas transaksi tertentu).

Batas Waktu Pelaporan dan Sanksi Administrasi

  • Batas pembayaran pajak potput tanggal 15 bulan berikutnya.
  • Batas pelaporan SPT Masa PPh tanggal 20 bulan berikutnya.
  • Denda keterlambatan pelaporan sebesar Rp 100.000,-.
  • Sanksi bunga sesuai dengan tarif bunga Kementrian Keuangan yang berlaku.

 

Kepatuhan terhadap ketentuan perpajakan merupakan aspek fundamental dalam menjalankan usaha yang berkelanjutan. Dengan memahami dan memenuhi kewajiban pajak secara tepat waktu sesuai regulasi yang berlaku, Wajib Pajak Badan dapat meminimalkan risiko sanksi, mengoptimalkan pengelolaan keuangan, serta menjaga stabilitas dan kredibilitas usaha dalam jangka panjang.


Bagi kamu yang membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai artikel ini atau konsultasi perpajakan lainnya, hubungi kami sekarang!

 

MSM Consulting adalah Tax Consultant Jakarta terpercaya yang telah menangani ratusan klien dari berbagai industri serta melayan jasa konsultan pajak pribadi secara online maupun tatap muka.

TALK TO US

Tell us what you need or visit us.

Direct to Google Maps