Pajak asuransi adalah kewajiban perpajakan yang timbul dari pembayaran premi maupun penerimaan klaim asuransi, baik untuk asuransi jiwa, kesehatan, kendaraan, maupun produk unit link.
Setiap jenis asuransi memiliki perlakuan pajak yang berbeda, tergantung siapa yang membayar premi, jenis klaim yang diterima, serta apakah produk tersebut memiliki nilai tunai atau investasi. Memahami aturan pajak asuransi penting untuk menghindari kesalahan pelaporan dan memastikan kewajiban perpajakan dipenuhi dengan benar. Simak aturan dan contoh perhitungan pajak asuransi berikut ini.
Bagaimana Pajak atas Premi Asuransi?
a. Premi dibayar oleh pemberi kerja
Jika premi asuransi (jiwa, kesehatan, kecelakaan, beasiswa, dan dwiguna) dibayarkan oleh perusahaan untuk karyawan, maka premi tersebut dianggap sebagai penghasilan bruto tambahan dan dikenakan PPh Pasal 21/26.
b. Premi dibayar sendiri oleh individu
Sebaliknya, jika premi dibayar oleh orang pribadi atas namanya sendiri, maka tidak dikenakan PPh Pasal 21/26 dan dianggap sebagai pengurang penghasilan bruto apabila memenuhi kriteria biaya produktif.
c. Tarif Pajak Premi Asuransi
Penghasilan bruto termasuk premi asuransi dikenakan tarif progresif PPh 21, yang bisa berkisar antara 5% hingga 30%, tergantung lapisan penghasilan kena pajak.
Aturan Pajak atas Klaim Asuransi
a. Klaim risiko (kecelakaan, sakit, kematian, beasiswa)
Berdasarkan UU PPh No. 36/2008 yang telah diperbarui melalui UU Cipta Kerja (UU No. 11/2020), klaim asuransi untuk risiko seperti sakit, kecelakaan, kematian, dan asuransi beasiswa dikecualikan dari objek PPh.
b. Klaim manfaat investasi (unit link, endowment, dwiguna)
Jika produk asuransi memiliki nilai tunai/investasi (unit link, dwiguna, term life dengan nilai tunai), selisih antara premi yang disetorkan dan manfaat tunai yang diterima menjadi objek PPh, dan akan dipotong PPh saat pencairan.
Contoh:
Peserta menyetor premi Rp 500 juta selama 10 tahun, kemudian klaim nilai tunai Rp 1 miliar, maka objek PPh adalah Rp 500 juta (nilai tunai dikurangi premi disetor).
Pajak oleh Perusahaan Asuransi Asing (PPh Pasal 26)
Jika wajib pajak membayar premi ke perusahaan asuransi luar negeri, maka dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% atas penghasilan neto perusahaan tersebut. Estimasi neto mengikuti pedoman KMK No. 624/KMK.04/1994 (contoh: 50% dari premi sebagai neto).
Jika perusahaan asuransi asing memiliki Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, ketentuan ini bisa tidak berlaku.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Baca juga: PMK 37/2025: Aturan Pajak Marketplace & E-commerce Terbaru
Perlakuan Pajak Pada Asuransi Kendaraan (Asuransi Kerugian)
Asuransi kendaraan termasuk asuransi kerugian, termasuk dalam kategori bahwa premi yang dibayarkan oleh perusahaan (misalnya mobil dinas) terhadap karyawan dianggap sebagai penghasilan bruto, dikenakan PPh 21 jika oleh pemberi kerja. Jika individu bayar sendiri, tidak dikenakan PPh, tapi sebagai biaya pribadi.
Klaim asuransi kendaraan (misalnya kecelakaan total) tidak dikenakan PPh jika termasuk risiko kecelakaan. Namun klaim terkait nilai buku aset perusahaan adalah penghasilan bagi perusahaan dan perlu dicatat sesuai nilai sisa buku fiskal (jika aset perusahaan) dan dicatat sebagai penghasilan kena pajak saat pencairan
Contoh Cara Menghitung Pajak Asuransi
1. Premi Asuransi Jiwa Dibayar Perusahaan (PPh 21)
Kasus:
Contoh Perhitungan:
2. Premi Asuransi Kesehatan Dibayar Sendiri
Kasus:
Individu membayar premi BPJS Rp 500.000/bulan dari uang pribadi.
Perhitungan:
Premi tidak dianggap penghasilan, sehingga tidak menambah PPh 21. Tidak ada pajak tambahan.
Baca juga: Peraturan Pajak Perkebunan Kelapa Sawit: PPN, PPh, PBB
3. Klaim Asuransi Jiwa Risiko Kematian
Kasus:
Ahli waris menerima klaim Rp 500.000.000.
Perhitungan:
Klaim risiko kematian dikecualikan dari objek PPh, sehingga tidak ada pajak yang perlu dibayarkan.
4. Klaim Asuransi Unit Link (Nilai Tunai)
Kasus:
Perhitungan:
Selisih = 800.000.000 – 500.000.000 = 300.000.000
PPh (misal tarif final 15%) = 15% x 300.000.000 = 45.000.000
5. Premi Asuransi Kendaraan Dibayar Perusahaan
Kasus:
Asuransi kendaraan untuk karyawan dibayar perusahaan Rp 12.000.000/tahun.
Perhitungan:
Premi dianggap sebagai penghasilan tambahan karyawan. Dimasukkan ke penghasilan bruto dan dihitung PPh 21 seperti contoh asuransi jiwa di atas.
6. Klaim Asuransi Kendaraan Perusahaan
Kasus:
Perhitungan:
Penghasilan kena pajak = 250.000.000 – 200.000.000 = 50.000.000
PPh Badan (tarif 22%) = 22% x 50.000.000 = 11.000.000
7. Premi ke Perusahaan Asuransi Luar Negeri (PPh 26)
Kasus:
Perhitungan:
Neto = 50% x 1.000.000.000 = 500.000.000
PPh 26 = 20% x 500.000.000 = 100.000.000
8. PPN Jasa Agen Asuransi
Kasus:
Agen mendapat komisi Rp 100.000.000.
Perhitungan:
PPN = 11% x 100.000.000 = 11.000.000
Penghitungan pajak asuransi bisa menjadi kompleks karena melibatkan berbagai ketentuan PPh, PPN, serta perbedaan perlakuan untuk premi dan klaim. Jika Anda memerlukan pendampingan dalam menghitung, melaporkan, atau merencanakan pajak asuransi perusahaan maupun pribadi, menggunakan jasa konsultan pajak profesional akan membantu memastikan kepatuhan sekaligus memaksimalkan efisiensi pajak.
MSM Consulting adalah tax consultant jakarta terpercaya yang telah menangani ratusan klien dari berbagai industri serta melayani jasa konsultan pajak pribadi secara online maupun tatap muka. Hubungi kami sekarang!